Senin, 27 Januari 2014

AKHLAQ TERCELA (XII)



BAB X
AKHLAK TERCELA
STANDAR KOMPETENSI
10. Menghindari Perilaku Tercela
KOMPETENSI DASAR
10.1 Menjelaskan Pengertian Isyrof, Tabzir, Ghibah, dan Fitnah.
10.2 Menjelaskan Contoh perilaku Isyrof, Tabzir, Ghibah, dan Fitnah.
10.3 Menghindari Perilaku Isyrof, Tabzir, Ghibah, dan Fitnah dalam Kehidupan Sehari- hari.

AKHLAK TERCELA
Akhlaq merupakan suatu sistem nilai yang dikembangkan berdasarkan kebaikan, dengan demikian akhlaq berusaha mencegah keburukan yang bisa mengakibatkan mala petaka dan bencana bagi seluruh umat manusia.
Berikut beberapa akhlak yang tercela, yakni:
1.    Isyrof yaitu berlebih-lebihan.
2.    Tabzir yaitu boros.
3.    Ghibah yaitu berguncing.
4.    Fitnah yaitu menuduh orang lain berbuat keburukan untuk menjatuhkan kehormatannya.

A.  ISYROF
Isyrof adalah berlebih-lebihan.
Contoh Israf yang tampak nyata dalam kehidupan sehari-hari adalah budaya konsumerisme atau pemakaian barang-barang hasil industri yang melanda masyarakat Indonesia dewasa ini. Orang membeli suatu barang hanya untuk bergaya, bermegah-megah dan untuk dipamerkan kepada orang lain. Padahal harta benda yang dibelanjakan seperti itu tidak akan membawa berkah bahkan akan mendatangkan bahaya dan malapetaka.
Allah telah memberikan pelajaran kepada manusia akibat dari sikap hidup yang bermegah-megah dengan harta benda. Contoh itu terdapat dalam kisah Qarun yang hidup pada zaman Nabi Musa . Kisah tersebut Allah ceritakan kembali dalam QS. Al-Qashash ayat 79 :
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: "Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar".
            Qarun adalah orang yang kaya raya. Ia memiliki kekayaan yang banyak sekali, sehingga kunci-kunci tempat perbendaharaan hartanya hanya bisa diangkut oleh orang-orang kuat. Akan tetapi Qarun terlalu membangga-banggakan hartanya. Ia menjadi Takabur dan menyombongkan diri. Karena kesombongan dirinya itulah Allah menurunkan siksaan kepada Qarun. Ia terkubur dengan hartanya hidup-hidup bersama seluruh harta bendanya. Sedangkan sifat takabur dan menyombongkan diri dilarang oleh agama Islam sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa : 36 yang berbunyi:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,”
Dan dalam Q.S Lukman ayat 18  yang berfirman:
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.”
           
B.  TABZIR
Tabzir berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti berlebihan atau boros. Menurut Terminologi berarti Mubazir yang mengandung maksud, yaitu sikap menghamburkan harta pada hal yang tidak berguna bagi diri dan orang lain dan tidak diridhai oleh Allah serta bahkan bisa merusak diri dan orang lain . Sebagaimana firman Allah QS. Al-Isra’ : 26-27 :
وَءَاتِ ذَا ٱلۡقُرۡبَىٰ حَقَّهُ ۥ وَٱلۡمِسۡكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرۡ تَبۡذِيرًاإِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٲنَ ٱلشَّيَـٰطِينِۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَـٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورً۬ا
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.(26), Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.(27).”
           
Berdasarkan ayat di atas, Allah melarang orang Islam bersikap boros dalam penggunaan
nikmat Allah, berfoya-foya dan mengeluarkan harta benda kepada sesuatu yang tidak
bermanfaat bahkan kepada yang dapat merusak diri dan orang lain bahkan membelanjakan
kepada yang diharamkan. Pada akhir ayat dilanjutkan bahwa perbuatan itu termasuk
perbuatan syaithan, maka jauhi kalau tidak mau termasuk saudara-saudara syaithan.
            Berlebih-lebihan dan boros bukan karakter Muslim, karena orang Muslim itu selalu sederhana dalam makanan dan berpakaian serta tempat tinggal. Islam melarang boros dalam hal makan dan minum serta tempat tinggal, karena sebab boros akan menyeret orang kepada kebinasaan dan kehinaan. Allah berfirman : QS. Al-‘Araf:31
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Adapun kiat-kiat untuk menjauhi perilaku yang berlebihan atau boros diantaranya sebagai berikut :
  1. Apabila ada kelebihan uang terlebih dahulu ditabungkan sisanya baru untuk keperluan sehari-hari.
  2. Apabila mau belanja lebih baik dicatat terlebih dahulu dan apa yang dicatat itulah yang dibeli.
  3. Fikirkan terlebih dahulu kegunaan dan manfaat benda yang dibeli apakah betul-betul diperlukan dan tahu cara penggunaannya.
  4. Benda yang sudah dibeli apabila sudah siap digunakan, bersihkan dan simpan dengan baik dan apabila diperlukan dapat dipergunakan lagi.
  5. Ingatlah selalu bahwa perbuatan boros dan mubazir itu merupakan perbuatan yang diharamkan di dalam agama Islam.
  6. Ingat juga bahwa perbuatan boros dan mubazir itu suatu dosa dan termasuk saudara syaithan.
  7. Kalau memang ingin berbelanja juga dan penggunaannya sebentar saja, baiknya diinfakan atau diwakafkan kepada orang yang memerlukan benda itu.


C.  GHIBAH
Ghibah berarti mengunjing, maksudnya membuka aib/cela/cacat/keburukan orang lain agar orang tersebut terhina dan terkucil serta teraniaya dari lingkungan sekitarnya. Hal ini disebut juga dengan gosip, yaitu menceritakan sesuatu yang belum tentu benar sehingga menimbulkan kemarahan dan sakit hati dari orang yang digosipkan. Perbuatan ini sangat dilarang dalam Islam, karena bisa mengakibatkan sakit hati dan dendam bahkan akan timbul tindakan kejahatan dan kezaliman, dan ini suatu dosa. Allah berfirman dalam QS Al-Hujarat : 12 yang berbunyi :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
            Sebenarnya orang yang telah terlanjur mengerjakan suatu kesalahan itu masih ada waktu untuk memperbaiki dirinya, yaitu dengan jalan taubatkepada Allah, mohon ampun dan mohon bimbingan kepada Allah agar tidak mengerjakan kesalahan lagi. Maka sangat tercela kalau ada orang yang mencari kesalahan orang lain dan menyebar luaskan rahasia orang sehingga orang yang bersangkutan merasa tidak enah hati bahkan bisa sakit hati dan bisa terjadi permusuhan, dendam dan penganiayaan serta pertumpahan darah.
            Kita umat Islam dilarang mematai-matai orang atau menyelidiki kesalahan orang, tetapi kiga ada kita menemui orang yang sedang mengejakan kesalahan hendaknya kita segera mengingatkannya agar perbuatan itu tidak diteruskan dan segera dihentikan. Jangan sampai terbalik, ada orang berbuat kesalahan kita tidak ingatkan justru kita sebar luaskan agar didengar orang banyak. Na’uudzubillaahi mizaliq.

D.  FITNAH
Fitnah adalah menuduh seseorang melakukan perbuatan dosa dan keburukan yang tidak ia lakukan dengan tujuan untuk mencelakan atau menjatuhkan kehormatan seseorang.
Menyebar luaskan kejelekan orang denga tujuan agar orang itu dibenci dan dihina di tengah masyarakat adalah termasuk dosa besar dan perbuatan itu termasuk menfitnah atau mengadu domba antar sesama manusia. Perbuatan menfitnah ini sangat tercela dan terkutuk dalam pendangan agama Islam. Sebab sifat seorang Muslim itu punya akhlaq mulia, memiliki kepribadian yang luhur, baik tutur katanya, baik tingkah lakunya, baik antara sesama Muslim atau terhadap orang yang bukan Muslim. Allah berfirman dalam QS Al-Baqarah : 191 :

وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir.”

Dalam QS Al-Baqarah : 193 menyatakan lagi :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ ۖ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.”

Dalam QS Al-Qalam : 10-11 juga dinyatakan :
وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَهِينٍ . هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,(10), yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah,(11).”

Dan untuk mengantisipasi jangan sampai menimbulkan fitnah dalam QS Al-hujurat : 6
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

IMAN KEPADA MALAIKAT (X)



MENINGKATKAN KEIMANAN
KEPADA MALAIKAT

Standar Kompetensi :
8.       Meningkatkan Keimanan kepada Malaikat

Komppetensi Dasar
8.1  Menjelaskan tanda tanda beriman kepada Malaikat
8.2  Menampilkan contoh-contoh perilaku Iman kepada Malaikat
8.3  Menampilkan perilaku sebagai cerminan beriman kepada Malaikat dalam kehidupan sehari-hari.


RINGKASAN MATERI
A.   Iman Kepada Malaikat
Malaikat adalah makluk ghaib yang tercipta dari nur / cahaya yang selalu taat, patuh dan tunduk kepada Allah. Iman kepada malaikata dalah meyakini bahwa Allah telah menciptakan makhluk ghaib yang tercipta dari nur / cahaya yang tidak memiliki nfsu yang selalu taat, patuh dan tunduk kepada Allah. Meyakini adanya malaikat merupakan salah satu rukun iman. Allah berfirman dalam Q.S. Al Baqarah ayat 177.
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ  ( البقرة : 177 )
Artinya : “ Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al Baqoroh :177 ).
Juga terdapat dalam Alqur’an surat Al  Baqarah ayat 285.
ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ.         ( البقرة : 285 )
Artinya “ Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta`at". (Mereka berdo`a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali".
Rasulullah SAW bersabda :
اَ ْلإِيْمَانُ اَنْ تُؤْ مِنُ بِااللهِ وَ مَلاَئِكَتِهِ .... ( روه البخاري )
Artinya : “Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah dan Malaikat-Nya ….” (H.R. Bukhori).
Kedudukan manusia dan malaikat disisi Allah :
-      sama-sama sebagai hamba Allah
-      manusia diberi tugas sebagai khalifah fil ardhi atau pemimpin dimuka bumi, sedangkan salah satu tugas malaikat adalah mengawasi kepemimpinan manusia.
Kedudukan manusia dalam beriman kepada malaikat berbeda dengan kedudukan manusia dalam beriman kepada Allah. Manusia dalam beriman kepada Allah tidak cukup meyakini dalam hati tetapi harus diikuti pengakuan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan nyata yaitu penghambaan diri kepada Allah (bertaqwa). Sedangkan beriman kepada Malaikat, manusia hanya disuruh mengimani saja dengan cara-cara yang sesuai petunjuk qur’an dan hadist.

B.   Tanda Beriman Kepada Malaikat.
Iman kepada malaikat merupakan rukun iman yang kedua. Sebagai orang mukmin kita harus meyakini adanya malaikat. Orang yang beriman kepada malaikat akan memiliki tanda-tanda antara lain :
1.    Senantiasa berhati-hati dalam bersikap dan bertingkah laku.
2.    Termotivasi untuk selalu berbuat positif dan menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
3.    Disiplin dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
4.    Hidup tenang dan tenteram.