Standar Kompetensi : Memahami Hukum Waris dalam Islam
Kompetensi Dasar :
Menjelaskan
ketentuan hukum Waris dalam Islam
Mempraktikkan
penghitungan dan pembagian Waris dalam Islam
Pengertian
dan Dasar Hukum
A.
Pengertian.
Mawaris berarti hal-hal yang berhubungan dengan waris dan
warisan. Ilmu yang mempelajari mawaris disebut Ilmu Faraid, yaitu ilmu yang
mempelajari tata cara membagi harta peninggalan seseorang kepada ahli waris.
Ahli fiqih telah banyak mendalami masalah yang terkait dengan warisan dan
menjadikan suatu kajian ilmu yang berdiri sendiri dan menamakannya dengan ilmu
Mawaris atau ilmu Faroid. Orang yang
meninggalkan harta disebut muwaris.Sedang
orang yang berhak menerima warisan disebut waris.
B. Dasar Hukum
1. QS.
An Nisya’ 11.

Artinya : “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian
pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak itu semuanya perempuan
lebih dari dua[273], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan
untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal
tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat
(banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
2.
QS. An Nisa’ 7.

Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bahagian dari
harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.
3. QS. An Nisa’ 12.

Artinya : “Dan bagimu (suami-suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Penyantun.
4. Hadis Riwayat
Ahmad
ان رسول الله صلى الله وسلم كان يقول
الله ورسوله مولى من لا مولى له والخال من لاوارث له. رواه احمد
Artinya:
Sesungguhnya
Rasulullah SAW. Bersabda”Allah dan RasulNya adalah wali bagi orang yang tidak
ada walinya.saudara laki-laki ibu adalah ahli waris bagi orang yang tidak ada
ahli warisnya.” (H.R Ahmad nomor 305)
C. Sebab-sebab
seseorang menerima harta warisan :
1.
Kekeluargaan,
misalnya : anak, cucu, ayah, ibu dan saudara (QS An Nisa’ ayat 7)
2.
Perkawinan, istri
mendapat bagian dari warisan peninggalan suami, dan sebaliknya (QS An Nisa’
ayat 12)
3.
Wala’ yaitu berhak
mendapat bagian dari harta warisan karena memerdekakan hamba sahaya. Rasulullah
SAW bersabda yang artinya : ”Hubungan orang yang memerdekakan dengan hamba yang
dimerdekakannya itu seperti turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak
diberikan.”(HR Ibn Khuzaemah, IbnHiban dan Hakim).
4.
Hubungan seagama,
yakni sama-sama Islam,
اناوارث من لا وارث له .(روا احمد عن
المقدام )
Rasulullah
SAW bersabda : ” saya (rasul) menjadi waris bagi pewaris yang tidak mempunyai
ahli waris.”(HR Ahmad dan Abu Daud).
D. Sebab-sebab seseorang terhalang menerima harta warisan
1.
Budak belian (QS An
Nahl ayat 75).
2.
Membunuh, artinya
ahli waris yang membunuh pewaris tidak berhak menerima warisan. Rasulullah
bersabda: ”Yang membunuh tidak berhak mewarisi harta peninggalan
keluarga yang dibunuhnya”(HR An Nasa’i).
3. Murtad, pindah agama dari Islam ke lain agama.
4. Beda agama.
5. Meninggal lebih dahulu.
6. Meninggal bersama-sama dengan pewaris.
E.
Harta sebelum dibagikan kepada yang berhak menerima
hendaknya dikeluarkan
1. Biaya perawatan jenazah.
2. Membayar hutang pewaris.
3. Membayar zakat.
4. Membayar/melaksanakan wasiat.
F.
Ahli Waris
Ditinjau dari segi jenis
kelamin ahli waris ada 2 : laki-laki dan perempuan. Ahli waris laki-laki ada 15
golongan, sedangkan ahli waris wanita ada 10 golonan. Ahli waris laki-laki :
1. Anak laki-laki 9. Cucu laki-laki
dari anak laki-laki
2. Bapak 10.
Kakek (Bapaknya bapak)
3. Saudara laki-laki sekandung 11. Saudara laki-laki seayah
4. Saudara laki-laki seibu 12. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
5. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah 13. Paman yang sekandung dengan bapak
6. Paman yang sebapak dengan bapak 14.
Anak laki-laki paman sekandung bapak
7. Laki-laki yang memerdekakan pewaris 15. Suami
8. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
Jika semua golongan ahli waris di atas ada, maka yang berhak menerima
warisan hanya : ayah, suami dan anak laki-laki. Ahli waris wanita :
1. Anak perempuan 7. Ibu
2. Nenek dari ibu dan seterusnya keatas 8. Nenek dari bapak dan
seterusnya keatas
3. Saudara perempuan kandung 9.
Saudara perempuan sebapak
4. Saudara perempuan seibu 10. Istri
5. Wanita yang memerdekakan pewaris
6. Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki dan
seterusnya keatas atau kebawah)
Jika sepuluh golongan itu semuanya ada, maka yang berhak menerima bagian
hanya : anak perempuan, cucu perempuan (anaknya anak laki-laki), ibu, saudara
perempuan sekandung dan istri.
Jika dari 25 kelompok
diatas semuanya ada, maka yang berhak menerima :
1. Anak laki-laki 4. Anak perempuan
2. Ibu 5. Bapak
3. Suami/istri.
G. Ahli waris ditinjau dari segi yang menerimanya terbagi dalam :
1.
Ahli waris Zawil Furud yaitu ahli waris yang perolehan harta warisannya
sudah ditentukan oleh syara’ (Al Qur’an dan Hadits). Diantara mereka ada yang memperoleh bagian 1/2, 1/4, 1/8, 1/3, 2/3, dan 1/6 dari harta warisan.
Ahli waris yang mendapat begian 1/2 dari harta warisan antara lain :
a.
Anak perempuan tunggal.
b.
Cucu perempuan dari anak laki-laki (pewaris tunggal).
c.
Saudara perempuan kandung tunggal.
d.
Saudara perempuan tunggal sebapak.
e.
Suami, jika istri yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu.
Ahli waris yang mendapat bagian 1/4 dari harta warisan :
a.
Suami, jika istri yang meninggal meninggalkan anak atau
cucu.
b.
Istri, jika suami yang meninggal tanpa anak atau cucu.
Ahli waris yang mendapat bagian 1/8 dari harta warisan
adalah istri satu atau lebih jika suami yang meninggal meninggalkan anak atau
cucu.
*Ahli waris yang mendapat bagian 1/3 dari harta warisan :
1. Ibu, jika yang meninggal (anak) tidak meninggalkan
anak atau cucu dan tidak meninggalkan 2 saudara atau lebih.
2. dua orang saudara kandung atau
lebih, jika pewaris tidak memiliki anak/cucu.
*Ahli waris yang mendapat bagian 2/3 dari harta warisan :
1. Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak
laki-laki.
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih jika tidak ada anak,
dan cucu laki-laki.
3. Dua orang saudara perempuan atau lebih jika tidak ada
anak, dan saudara laki-laki.
4. Dua orang saudara perempuan atau lebih sebapak.
*Ahli waris yang mendapat bagian 1/6 dari harta warisan :
1. Bapak atau kakek, jika ada ahli waris anak atau cucu.
2. Ibu, jika ada anak atau cucu atau dua saudara atau lebih.
3. Nenek seorang atau lebih jika tidak ada ibu.
4. Seorang saudara seibu.
5. Cucu perempuan (satu atau lebih), jika ada seorang anak
perempuan. Tetapi apabila anak perempuannya lebih dari satu maka cucu perempuan
tidak mendapat harta warisan.
6. Seorang saudara perempuan sebapak atau lebih, jika ada
saudara perempuan sekandung. Tetapi jika saudara perempuan sekandungnya lebih
dari satu maka saudara perempuan sebapak tidak mendapat harta warisan.
2. Ashobah, yaitu ahli waris yang menerima dan
menghabiskan sisa. Ahli waris Ashobah terbagi 3 yaitu :
1.
Ashobah binafsi,
yaitu menghabiskan sisa dengan sendirinya. Ini berjumlah 12 kelompok :
a.
Anak laki-laki.
b.
Cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c.
Bapak.
d.
Kakek dari bapak dan seterusnya keatas.
e.
Saudara laki-laki sekandung.
f.
Saudara laki-laki sebapak.
g.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung.
h.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
i.
Saudara laki-laki bapaknya si pewaris yang sekandung.
j.
Saudara laki-laki bapaknya si pewaris yang sebapak.
k.
Anak laki-laki saudara laki-laki bapaknya pewaris sekandung.
l.
Anak laki-laki saudara laki-laki bapaknya pewaris sebapak.
m.
Laki-laki yang memerdekakan pewaris.
2.
Ashobah bil ghoir, maksudnya menjadi ashobah karena dengan waris yang lain :
a.
Anak perempuan yang ditarik menjadi ashobah oleh anak laki-laki.
b.
Cucu perempuan yang ditarik menjadi ashobah oleh anak laki-laki.
c.
Saudara kandung perempuan yang ditarik oleh saudara laki-laki kandung.
d.
Saudara perempuan yang ditarik oleh saudara laki-laki sebapak.
3.
Ashobah Ma’al Ghoir, menjadi ashobah bersama-sama waris yang lain, yaitu :
a.
Saudara perempuan kandung (seorang atau lebih) bersama-sama anak perempuan
(seorang/lebih).
b. Saudara perempuan sebapak, jika bersama-sama anak
perempuan (seorang atau lebih) atau bersama-sama cucu perempuan (seorang atau
lebih).
Sesudah ahli waris yang lain mengambil bagian
masing-masing, sisanya menjadi bagian saudara perempuan. Perlu diingat bahwa
saudara perempuan sekandung, atau sebapak diatas jika tidak mempunyai saudara
laki-laki, menjadi ashobah ma’al ghoir, sedangkan jika mempunyai saudara
laki-laki maka menjadi ashobah bil ghoir.
Hijab dan Mahjub
Hijab (penghalang) yaitu ahli waris yang lebih dekat menghalangi ahli waris
yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh tidak bisa menerima atau
bisa menerima tetapi bagiannya berkurang.
Hijab ada 2, yaitu :
1. Hijab Hirman, yaitu ahli waris yang lebih dekat menghalangi ahli waris yang lebih jauh
sehingga ahli waris yang lebih jauh sama sekali tidak menerima bagian. Seperti
kakek terhalang oleh bapak, cucu terhalang oleh anak.
2. Hijab Nuqshon, yaitu ahli waris yang lebih dekat
menghalangi ahli waris yang lebih jauh sehingga ahli waris yang lebih jauh
bagiannya berkurang. Seperti Jika pewaris meninggalkan anak maka suami hanya
mendapat bagian ¼, jika tidak ada anak suami mendapat ½.
Mahjub (terhalang), yaitu ahli waris yang lebih jauh terhalang oleh ahli
waris yang lebih dekat, sehingga tidak dapat menerima atau bagiannya
berkurang.
G.
Perhitungan Mawaris
1. Seorang meninggal dunia, ahli warisnya seorang anak
perempuan, suami dan bapak. Setelah dikurangi hak mayat, harta yang
ditinggalkan Rp. 400.000.000,00. Berapa rupiah bagian masing-masing ? Jawab :
Anak
perempuan = ½
Suami = ¼
Bapak = 1/6 + ashobah
Asal masalah
(KPT) = 12
Harta
warisan = Rp 400.000.000.00.
Bagian anak
perempuan = 6/12 X Rp 400.000.000,00 = Rp 200.000.000,00
Bagian suami = 3/12 X Rp 400.000.000,00 = Rp 100.000.000,00.
Bagian bapak = (2/12 X Rp.
400.000.000,00) + Ashobah = Rp 66.666.667,00.
= Rp 33.333.333,00
= Rp 100.000.000,00.
- Seorang meninggal dunia, meninggalkan 8 hektar sawah, sedangkan ahli waris yang ditinggalkan istri, 3 orang anak perempuan, dan 2 orang anak laki-laki. Berapa bagian masing-masing ?
Jawab :
Harta warisan = 8 hektar sawah
Ahli waris istri = 1/8
3 orang anak perempuan
2 orang anak laki-laki = ashobah
Asal masalah (KPT) = 8
Harta warisan = 8 hektar sawah
Istri 1/8 X 8 = 1 hektar -
Sisa = 7 hektar
Bagian 3 anak perempuan = 3 X 1 bagian = 3 bagian
Bagian 2 anak laki-laki = 2 X 2 bagian = 4 bagian
1 anak perempuan = 1/7 X 7 ha = 1 hektar
1 anak laki-laki = 2/7 X 7 ha = 2 hektar
3. Seorang meninggal dunia dengan meninggalkan
harta warisan sebanyak Rp.
250.000.000,00. Biaya perawatan sebelum dan setelah meninggal Rp 6.000.000,00.
Untuk membayar hutang sebanyak Rp 4.000.000,00. Sedangkan ahli waris yang
ditinggalkan istri, seorang anak laki-laki, seorang anak perempuan, bapak dan
adik kandung. Berapa bagian masing-masing ?
Jawab :
Ahli waris :
Istri = 1/8
Bapak = 1/6
Adik kandung = Mahjub
Anak laki-laki dan
perempuan = ashobah.
Asal masalah = 24
Harta
Peninggalan = Rp 250.000.000,00
Biaya perawatan +
hutang = Rp
10.000.000,00
Sisa = Rp 240.000.000,00
Istri = 3/24 X Rp 240.000.000,00 = Rp
30.000.000,00
Bapak = 4/24 X Rp 240.000.000,00 = Rp
40.000.000,00
Sisa = Rp 240.000.000,00 – Rp 70.000.000,00
= Rp 170.000.000,00
Bagian anak
laki-laki = 2 X 1 bagian
Bagian anak perempuan =
1 X 1 bagian +
3 bagian
Bagian anak laki-laki = 2/3 X Rp 170.000.000,00 = Rp
113.333.333.
Bagian anak perempuan = 1/3 X Rp 170.000.000,00 = Rp 56.666.667.
H. Warisan Menurut UU nomor 7 tahun 1989
Berdasarkan UU No 7 tahun 1989 dalam bab III pasal 49. Ditegaskan bahwa
tugas peradilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan
perkara orang Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, wakaf, dan sedekah
berdasarkan hukum Islam. Adapun pada pasal 3 tentang peranan peradilan agama yaitu :
1. Menentukan para ahli waris. 3. Menentukan bagian masing-masing
ahli waris.
2. Menentukan harta peninggalan. 4. Melaksanakan pembagian harta warisan.
I.
Hikmah Hukum Waris
dalam Islam antara lain :
- Harta pada hakikatnya adalah milik Allah, maka penggunaannya harus sesuai aturan Allah.
- Menciptakan keadilan antar semua ahli waris.
- Menciptakan persamaan hak secara obyektif.
- Menimbulkan rasa demokrastisasi, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
- Menjunjung harkat dan martabat manusia, karena dengan Faroid tidak akan terjadi permusuhan.
- Menghilangkan sikap dan perilaku keserakahan.
- Menjaga pemaliharaan harta waris dengan baik.
- Meningkatkan ketaatan kepada Allah, sekaligus membuat harmonis hubungan antar sesama.
- Menjaga persatuan, kesatuan, dan kerukunan antar keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar